BERIKUT ADALAH SERI TULISAN YANG MENGAWAL AKAN ADANYA LANGKAH
PERUBAHAN MENDASAR PADA KEHIDUPAN KITA SEHARI-HARI, BAIK DI PRODUKTIFITAS,
EKONOMI, POLITIK, TEKHNOLOGY, PANGAN, AIR BERSIH, ENERGY, PENDIDIKAN DAN
BERMARTABAT KE ARAH ABAD KE 22. HAL INI AKAN MULAI SEJAK DITANDA TANGANI PADA
AWAL BULAN DECEMBER MENDATANG, “PERJANJIAN MENANGGULANGI PERUBAHAN IKLIM GLOBAL” DI PARIS.
MAJALAH ZOOM INGIN DARI DEKAT MENCURAHKAN PERHATIANNYA BAGAIMANA
PEMERINTAH INDONESIA MEMPERJUANGKAN PENURUNAN PEMANASAN GLOBAL SAMBIL
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYATNYA.
Redaksi
MENGAPA ZOOMx
MEMBERI PERHATIAN
KE PERSIAPAN KONFERENSI
PERUBAHAN IKLIM BUMI
DECEMBER 2015
Tulisan pertama
Keputusan editorial akan mempublikasi
tulisan tentang Perubahan Iklim Bumi, dasar utama karena hal ini akan menjadi
perubahan Sejarah pada manusia.
Dimana seluruh aparatus system ekonomi terpaksa menghentikan pembangunan yang
merusak bumi, atau tidak memperbaiki bumi lagi. Berhubung sejak tercatatnya GDP
(Gross Domestic Product) seluruh Negara sejak 150 tahun, peningkatannya sejajar
dengan kenaikan emissi gaz. Kemakmuran sebuah Negara juga merusak bumi.
Kemudian, dimana letak posisi dan bentuk “tanah air” Indonesia sebagai
kepulauan terbanyak di dunia. Memiliki garis pantai yang paling panjang. Para
ilmuwan juga menjelaskan bahwa laut sangat berpengaruh sebagai “regulator”
iklim dan emisi gaz di atmosphere. Belum lagi kawasan pesisir paling banyak
menjadi mesin-mesin system perekonomian kita. Posisi geographi dan luasan kawasan
laut kita sangat diperhitungkan untuk pemulihan suhu bumi. Berhubung Indonesia
masuk peringkat ke 6 negara yang mengeluarkan gaz emisi karbon. Pada posisi 3
bulan sebelum konferensi dimulai 3 negara besar belum memastikan apakah akan
ikut menandatangani perjanjian di COP21 tersebut; India, Brasil dan Indonesia.
Media juga terbiasa memberitakan apa yang
telah terjadi daripada apa yang akan kita alami kata Alain Rusbridger, editor
The Guardian yang membuat kampanye “Keep it in the ground”, meminta korporasi
dan para trust fund melepaskan saham diperusahaan minyak, agar minyak bumi
tetap didalam tanah. Sebelum Rusbridger meletakan jabatan sebagai editor yang
dipegang selama 20 tahun, rupanya ini menjadi pilihan kesadaran untuk menggugah
mereka yang belum terbangun dari hidup “kebiasaan” membuat suhu bumi makin
meningkat.
Dari satu sisi, kita sebagai media gagal
menggiring agenda panas bumi ini menjadikan pekerjaan rumah seluruh rakyat
Indonesa, berserta seluruh aktor pemerintah, sosial, politik, swasta ataupun
para LSM. Pemahaman persiapan penandatangan perjanjian di Paris belum pernah
muncul di media secara rinci dan menyuguhkan agar menjadi debat publik. Mengapa
transparansi agenda yang begitu penting tidak sampai ke masyarkat? Sekaligus
pembelajaran dengan pertanyaan mengapa orang Indonesia masih asing dengan solusi-solusi
perubahan iklim global mendatang?
Sisi lain juga, pihak kami dapat menyelami
betapa kompleks perisapan konferensi ke konferensi hingga ke Paris mendatang.
Rumit untuk mengurai dan sekaligus memberikan sedikit cahaya tentang apa saja
dampak yang akan kita alami bila seluruh rakyat Indonesia secara nasional harus
memberlakukan “Carbon Management” agar dapat mengurangi[AA1] suhu panas bumi hingga 2 derajat untuk kurun waktu 2020-2025
mendatang?
Apa saja isi perjanjian yang akan ditanda
tangani di Paris Desember 2015?
Beda dengan Protokol Kyoto yang
mengeluarkan perjanjian setebal 350 halaman, sedang draft perjanjian yang telah
dipegang oleh 196 negara hanya setebal 85 halaman. Perjanjian kali ini meminta
pada masing-masing Negara, kontribusi apa yang bisa di bawa untuk mengurangi
pemanasan global. Sekaligus membuat proposal proyeksi ekonomi baru bebrbasiskan
penurunan suhu.
“Universal Agreement” (perjanjian universal),
secara hukum memang saling mengikat. Tetapi tidak memiliki sangsi. Secara
berkala, target masing-masing Negara akan diukur secara ilmiah. Hasil ukur
tersebut akan menentukan “rating” (peringkat) nilai karbon sebuah Negara. Hal
ini akan berdampak pada pengukuran peringkat ekonomi yang seperti dilakukan
oleh Standard & Poor. Bukan saja terhadap GDP sebuah Negara tetapi juga GDP
dan karbon yang telah ditangani sebuah Negara.
Intinya bila Indonesia ikut menandatangani
di konferensi COP21 di Paris bulan Desember mendatang, maka perubahan mendasar
pada bagaimana energy, produktivitas industry, air, transportasi, pendidikan
dan banyak hal. Hal tersebut hanya bisa dicapai dengan dana yang akan disediakn
untuk perubahan infrastruktur yang senilia $ 100 milyar per tahun dan adanya
tekhnologi. Seperti konservasi energy (baterey) misalnya.
AWR
03 September 2015
[AA1]Membatasi kenaikan